“Huaaaaaaa… Aaaaaaaa… Aaaa...” Suaranya memecah keramaian di SDN 07. Semua pandangan tertuju pada mereka, lima anak berseragam merah putih, empat laki-laki dan tentunya seorang perempuan. Semua pandangan-pandangan itu semakin mendekati mereka yang terpaku di sudut lapangan sekolah. Queency, anak perempuan berbadan agak gendut dan berambut keriting menangis sekeras-kerasnya ketika tasnya diambil paksa oleh Zidan dan kedua temannya yang berbadan besar-besar. Sementara seorang anak laki-laki yang bersama mereka adalah Diaz korban pertama sebelum Queency. Diaz tak menangis seperti Queency, Diaz hanya menunduk, mukanya memerah menahan emosi, setidaknya Diaz masih punya rasa malu untuk menangis. Diaz dan Queency terduduk ditanah, klusuh. Tas mereka berdua telah dengan sukses diobrak-abrik Zidan dkk.
Hukum rimba. Siapa yang kuat akan menang yang lemah akan mati. Makan atau dimakan! Tak ada secuil makhluk pun yang bersedia menolong Queency dan Diaz, bahkan semut pun tak berani mendekat. Para guru pun tak nampak perannya, mungkin mereka sudah lelah menghadapi kelakuan Zidan. Sudah berulangkali diberi SP dan di hukum tak membuatnya jera. Kera Sakti pun kalah dengannya.
“Udah gue bilang, elu berdua gak bakal slamet ketemu gue! Selamanya!!!” ujar Zidan sambil menginjak-injak tas singa milik Queency dan tas Batman milik Diaz, kemudian berlalu pergi.
***
Sepagi ini Codhot sudah berkacak pinggang di gerbang sekolah bersama beberapa orang temannya berseragam bawahan abu-abu dan atasan kemeja putih, dasi dan rompi abu-abu.
“Ayo! Masuk- masuk! Udah jam berapa ini!” Teriak Tito, komandan MOS ini, berbadan kurus dan tinggi, bertampang sangar.
Tito, Dony dan Ipank masuk kekelas. Dony, sang ketua OSIS, berkulit gelap berambut cepak, mengaku dirinya mirip Derby Romero padahal tidak ada satu pun bagian tubuh Derby mirip dengannya. Ipank, sang wakil ketua OSIS, fisiknya tak beda jauh dari Dony tapi dia masih sadar diri tidak mengaku dirinya mirip Derby.
“Kamu ke depan!” ujar Tito,
Seorang siswa perempuan, kurus dan berambut panjang berdiri dari tempat duduknya dan maju ke depan.
“Saya suruh cantumkan nama panggilan kamu, bukan nama species kamu. Kenapa kamu tulis SINGA?” ujar Dony.
“Na… Na… Nama… Nama panggilan saya Singa kak,”
Seisi kelas tertawa mendengar pengakuannya. Tito, Ipank dan Dony tertawa lepas seperti menonton adegan komedi di sketsa Opera Van Java.
Wajah Singa langsung memerah seperti kepiting rebus, menahan malu.
Ipank keluar kelas, menghampiri Codhot yang sedang duduk di teras kelas.
“Dhot!” Ujar Ipank.
“Pha?”
“Ada yang senasib ma elu”
“Haah? Maksudnya?” Codhot bingung.
“Ternyata gak cuma bonyok elu yang tega ngasih nama binatang untuk anaknya setidaknya ada yang sependeritaan ma elu. Tuh Singa”
“Jiaaaaaaaah…..! Kurang ajar elu, nyet!”
***
Diaz berjalan terburu-buru menuju kelasnya sambil celingukan tak jelas. Raut wajahnya terlihat pucat. Tangannya gemetaran sambil memeluk tas Batmannya.
“Huuufsh…..!”
Diaz menghela nafas sesampainya di dalam kelas.
Tiba-tiba ada yang menepuk bahu Diaz yang baru saja menyentuhkan pantatnya dikursi. Diaz tak berani menoleh, tubuhnya semakin dingin. Jantungnya seakan berhenti berdetak.
“Elu kenapa Yaz, sembilan hari gak nongol?”
Diaz menoleh perlahan, mendengar suara anak perempuan.
“Haaaah… Elu Queen, bikin gue kaget ajah.”
“Heee… Elu pikir Zidan yah? Elu takut yah ma dia?”
“Haa? Gue takut? Gak kuk.”
“Beneran gak takut? Zidaaan……”
Queency tak melanjutkan kata-katanya mulutnya disumpel dua donat sekaligus oleh Diaz.
“Iyadah, gue takut”
“Gak takut juga gak pa-pa kuk. Zidan cs kan udah move dari sini. Ha.. Hahahaha..” suaranya sedikit tidak jelas terganggu oleh dua donat dimulutnya.
“Haah? Ngomong yang jelas napa?”
Queency memuntahkan donatnya di tangannya dan memberikannya pada Diaz. Dengan jelas dan pasti Diaz menolaknya. Dan terpaksa Queency keluar dari kelas sejenak.
“Gue bilang, Zidan cs udah M-O-V-E atau P-I-N-D-A-H pindah dari sini. Kita merdeka sejak enam hari yang lalu.”
Diaz bersorak kegirangan. Melompat-lompat tidak jelas. Berteriak segila-gilanya. Seorang guru yang baru datang dan teman sekelasnya memandangnya 100% penuh keheranan. Queency yang mengetahui kedatangan guru segera keluar dan masuk ke kelasnya tanpa memperdulikan Diaz.
“Diaz…” kata sang guru perlahan.
Diaz masih merayakan kemerdekaannya. Suara sang guru pun tak didengarnya.
“Diaz…” sang guru menaikkan sedikit level suaranya. Masih tak mendengar.
“DIAZ…” suaranya meninggi hinga delapan kali lipat dari suara sebelumnya.
Kaget dan terkejut. Diaz spontan berhenti. Diaz baru menyadari bahwa Queency sudah tidak ada dan semua teman sekelasnya serta seorang guru sedang memperhatikannya.
“Lho, Queency gak ada. Jangan-jangan tadi itu hantu?” batin Diaz.
-PINGSAN-
***
Hari-hari penuh cobaan sudah berlalu. MOS sudah selesai. Hari pertama Singa mengenakan seragam putih abu-abu. Seperti hari-hari sebelumnya, Singa selalu bersama Gyna, temannya dari satu smp dulu. Singa dan Gyna duduk di teras musholla sekolah, sesosok makhluk coklat berbadan gempal duduk di depan mereka sejauh 7 M. Parasnya mirip Zac Efron, rambutnya coklat, berponi. Singa dan Gyna sempat terpesona padanya.
“Waawawawawawa… Kasep pisan euy.” ujar Singa.
“Setujuh Nga…”
Ipank datang menghampiri sang makhluk coklat bersama teman-temannya. Ipank langsung duduk disampingnya dan mengambil posisi duduk yang paling aneh dan membuat ilfeel orang normal yang melihatnya.
“Dhot, basket yok!” ujar Ipank.
Ternyata makhluk coklat itu si Codhot.
“Kapan?”
“Sabtu”
“Siiiip… Nyet”
Codhot berjalan di depan Singa dan Gyna. Mata mereka tak berkedip sama sekali memandang Codhot yang belum mereka ketahui namanya.
“Codhoooot…” Ipank memanggilnya dan menghampiri Codhot yang masih disekitar Singa dan Gyna.
Singa dan Gyna pun langsung tertawa terbahak-bahak mendengar panggilan sang makhluk coklat.
***
Sore harinya setelah Diaz pingsan di sekolah. Diaz duduk sendirian di teras rumahnya menunggu penjual bakso keliling lewat depan rumahnya. Queency bersepeda melewati jalan depan rumah Diaz.
“Diaz…”
Queency berhenti didepan rumah Diaz. Diaz terkejut melihat Queency, hingga terkencing-kencing dicelana. Queency tertawa terbahak-bahak melihat Diaz.
***
Codhot nampak asik duduk di depan layar computer di warnet. Online, online, online. Singa dan Gyna sengaja lewat di belakang Codhot, supaya bisa lihat nama facebook si Codhot. Mereka berdua duduk di satu computer.
“Na tadi nama FBnya apah?” tanya Singa.
“Codhot Kasarunk”
“Kita ADD yok…”
“Ote… Ote… Ote…”
Singa mencari Codhot Kasarunk. Dan mereka meADD si Codhot untuk jadi temannya. Langsung di confirm oleh Codhot.
Sesekali Singa dan Gyna curi-curi pandang padanya. Merasa diperhatikan Codhot pun risih. Duduknya dari tadi tidak tenang.
***
Sabtu, 05;21. Singa online via hpnya.
Codhot Kasarunk Maliiing…! Sekitar 5 jam yang lalu.
Singa coment.
Chocolate Queen Maling teriak maling!
Sekitar jam sembilanan. Codhot online, dan melihat statusnya.
Pemberitahuan: Chocolate Queen mengomentari status anda.
Codhot Kasarunk Maliiing…!
Coment:
Chocolate Queen Maling teriak maling!
Codhot Kasarunk Hehehe…
***
-Online, online, online-
“Whah Codhot online” ujar Singa mengiblat computer diwarnet.
Chocolate Queen
nyuwun sewu…
Codhot Kasarunk
ada ne 2000 kembali 1000
Chocolate Queen
adanya gopek. gemanah?
Codhot Kasarunk
yadah gag pha2
Chocolate Queen
ne wat bayar parkiran…
Codhot Kasarunk
jaaaaaah….
gue disamain ma tukang parkir
Chocolate Queen
abies mirip se…
allow…
masi idup kah?
Codhot Kasarunk
yaiyalah…
masi idup.
Chocolate Queen
kuk gak kedengeran nafasnya?
Codhot Kasarunk
masak gag kedengeran?
Chocolate Queen
yaiyalah, guekan disini elu nan jauh disana
…………….*
***
Singa duduk manis di tempat foto copy sekolahnya (bukan duduk di mesin foto copy tapi di kursi) menunggu mas-mas yang jaga selesai mengcopy makalah Bahasa Jawanya. Ipank dan Codhot masuk. Gaduh. Rusuh. Singa melihat mereka,
“Makhluk aneh!” batin Singa.
Tak lama Dony datang.
“Eh, Singa.” ujar Dony melihat Singa, satu-satunya perempuan ditempat foto copy.
“Hehe… Kakak” ujar Singa datar.
Dony duduk didekat Singa.
“Oh ya.. Gini, saya ada acara nanti senin malam di SMA dekat rumah kamu itu lho. Kamu datang yah. Undangan ini khusus buat kamu.” ujar Dony.
“Yah lihat ntar deh kak, bisa atau gaknya”
“Harus datang lho!”
“Saya usahain deh”
“Nomor hp kamu berapa? Nanti saya kasih kabar lagi.”
“081210000001”
“Nomor yang aneh” ujar Ipank diidemi oleh duo mas-mas yang jaga foto copy, Dony dan Codhot.
“Bukan aneh tapi unik”
“GDUBRAAAAK!!!!”
Kursi yang diduduki Codhot roboh tak kuat menahan badan besar Codhot. Semua yang melihat gaya jatuh Codhot tertawa ngakak sengakak paling ngakaknya.
“Hahahahahaha… Haha… Khaaah!” tawa Singa paling terakhir terdengar ketika semua sudah berhenti tertawa.
Codhot melipat mukanya. Manyun. Malu. Turun pamor jatuh didepan cewek ditertawai pula.
Singa langsung menutup mulutnya dengan tangan, menahan tawanya yang paling susah dihentikan.
“Hahahahahaha… Haha… Khaaah! I can’t stop laughing”
Codhot tambah manyun. Tentu saja Singa tak berhenti tertawa, kejadian ini jarang datang lebih jarang dari datangnya komet helly.
***
Queency memegangi perutnya. Terlalu banyak tertawa membuat perutnya sakit. Diaz ngompol dicelana. Lagi. Di kantin sekolah. Di depan Queency. Memalukan. Diaz masih berpikir Queency adalah hantu. Mulut Diaz komat-kamit tidak jelas. Matanya sengaja dipejamkan.
“Diaz, open your eyes. Queency bukan hantu.” ujar Queency sedikit cemberut.
Perlahan-lahan Diaz membuka matanya melihat Queency berdiri didepannya kakinya pun menyentuh tanah. Dengan gemetaran dan takut Diaz menyubit pipi tembem Queency.
“Adadadada….”
“Untunglah… Elu ternyata bukan hantu, Queen”
“Rugilah…”
“Rugi kenapa?”
“Ya rugi. Elu kan ngompol”
Diaz tak sadar kalau dirinya kencing di celana. Diaz melihat celananya dan lantai di bawahnya. Basah. Bau pesing.
“HUAAAA…..!”
Diaz segera lari sekencang-kencangnya ke kelas mengambil tas dan berlanjut lari ke kamar mandi. Queency terpaku. Melihat Diaz lari cepat.
“Ceking! Makanya larinya kaya’ setan” Queency ngedumel dalam hati karna dia tidak bisa lari cepat keberatan badan.
***
Gyna tak habis pikir temannya bisa tambah parah kelakuan anehnya. Pernah sekali Gyna mengajak Singa ke psikiater. Tapi tak berhasil. Wajar saja, ketika sang psikolog memberikan pertanyaan pancingan untuk Singa,
“Jenis kelamin anda apa?”
“Betina”
“Betina? Anda manusia atau binatang?”
“Mereka bilang saya binatang”
Sang psikolog angkat tangan. Menyerah.
Karena penasaran dengan jawaban Singa tadi,
“Napa elu bilang, elu betina?”
“Tuh psikolog bego’. Uda tau gue cewek pake ditanya”
“Bentar Nga, Sebenernya yang gila tuh siapa? Gue atau elu se?”
“Ngaca aja ndiri Na”
“Aaaa… NYEBELLIND!!!”
“Aaah… Gyna terlalu memuji.”
“Gak ada yang memuji eluh Singa. Dasar orang gila agak stres.”
***
Codhot selalu menunjukkan muka cemberutnya tiap kali bertemu Singa. Mungkin dia malu gara-gara kejadian di tempat foto copyan itu.
-THE WAR IS BEGIN-
Codhot ditempat tongkrongannya disekolah, tempat foto copyan. Dia pun bisa dibilang penjaga foto copyan. Tiap ada waktu selalu disana. Singa terpaksa didekat Codhot.
“Mas, copy ne mas.”
Singa memberikan sejilid kertas kepada Riand, mas-mas yang jaga. Singa dan Codhot bertatapan.
“Apa elu lihatin gue?” ujar Codhot.
“Wawawawawaaa… Siapa juga yang lihatin eluh? Eluh tuh yang lihatin gue”
“Elu”
“Eluh”
“Elu”
“Eluh”
“Elu”
“Eluh”
“Elu”
“Eluh”
“Elu”
“Eluh”
“Elu”
“Eluh”
“Elu”
“Eluh”
“Elu”
“Eluh”
“Elu”
“Eluh”
“Elu”
“Eluh”
“Elu”
Mereka berdua beradu mulut. Sementara Riand dan temannya terbengong melihat Codhot dan Singa bertengkar.
“Kalian berdua cocok yah? Berantem” ujar Riand.
***
Sehari, tak ada perubahan. Seminggu, masih tetap. Dua minggu, tambah parah. Tiga minggu lebih lima hari 9 jam 21 menit 14 detik, perang. Singa dan Codhot tidak sengaja bertemu di kantin.
“Ngapain elu disini ngikut-ngikut gue”
“Hoe? Dasar Codhot gila setengah stres. Pede amat elu”
“Ni anak suka banget cari masalah ma gue”
“Hello? Gue? Eluh kali yang ngundang setan duluan”
“Beee… Elu!”
“Gue! Elu!”
“Elu! Singa GILA”
“Elu juga GILA kali”
“KALIAN BERDUA GILA!”
Suara lain datang, menghentikan perang mulut Codhot dan Singa. Suaranya lantang. Mereka berdua menoleh kearah suara. Sesosok pria setengah baya berkumis mirip Pak Raden berdiri melototi Singa dan Codhot.
“Pak Raden?” ujar Singa lirih.
“Sembarangan! Itu Pak Muliadi” ujar Codhot juga lirih.
“Kalian berdua ikut saya kekantor.”
Mereka berdua membuntuti Pak Muliadi keruangan Kepsek.
Matahari sangat kejam siang ini, sinarnya membakar. Burung-burung tak nampak bermain dilangit. Mungkin mereka takut terbakar atau dimarahi sang induk atau pula diburu oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab, yang hanya mementingkan perut dan kesenangan mereka. Siluet gedung-gedung pencakar langit jadi pemandangan yang indah. Asap-asap kenalpot kendaraan menjadi aroma terwangi yang ada. Codhot dan Singa dijemur dibawah tiang bendera. Badan mereka sudah basah kuyup oleh keringat.
“BRUUKK!!!”
Mereka berdua jatuh, tidak sadarkan diri.
***
Seusai jam sekolah, Codhot dan Singa ditugaskan merapikan kantin. Mereka berdua bertengkar. Lagi. Untuk sembilan belas kalinya. Kali ini ibu-ibu pemilik kantin korban yang paling dirugikan. Kantinnya berantakan gara-gara ulah mereka berdua.
“Kalian bersih kan semua ini dan tunggu sampai saya kembali bersama wali kalian” ujar Pak Muliadi.
***
Queency manyun, cemberut dan menunjukkan wajah teranehnya. Diaz menundukkan kepalanya. Tangannya memegang sebuah bingkisan.
“Queen, I’m sorry, I can’t stay. Please, don’t you cry.”
“Heeeem…”
“Masak si Singa nangis sih?”
Queency mengusap air matanya.
“Gue gak nangis kuk.”
“Trus, itu apa?”
“Embun”
Diaz hanya tersenyum melihat sahabatnya sependeritaannya berbohong.
“Ini, buat elu.”
“Apa ini?”
“Buka ajah!”
Queency membuka bingkisan berwana merah muda yang dihias seindah mungkin dengan pita biru.
“Coklat”
“I’ll miss you”
“I do. Don’t forget me. Keep touch in yah.”
Diaz mengangguk. Dan pergi meninggalkan Queency di kota ini untuk waktu yang lama.
***
Seorang laki-laki berumur 50 tahunan dan istrinya masuk keruangan Pak Muliadi. Tak lama berselang, seorang anak laki-laki berusia 18 tahunan dan seorang wanita setengah baya datang. Cukup lama mereka didalam ruangan membahas kenakalan Singa dan Codhot yang sudah tidak bisa lagi ditoleransi.
Sementara itu dikantin. Mereka berdua tengah mengepel lantai. Singa melirik Codhot dengan mata tajam. Tak mau kalah, Codhot pun melirik tajam.
-WAR AGAIN-
Sang penjaga kantin terduduk lemas, melihat kantinnya kembali jadi TKP peperangan antara dua kubu yang saling berseteru.
Mereka berlima terkejut. Melihat Singa dengan gaya kura-kura berbadan naga dan si Codhot dengan gaya tupai memakan buaya bulat-bulat.
“BERHENTI”
Suara Pak Muliadi menggelegar bagai petir disiang bolong. Mereka berdua berhenti dengan gaya yang masih melekat.
“Bunda,” ujar Queency kembali dalam postur normal.
“Diaaaaz….” Teriak Queency melihat Diaz datang bersama bundanya. Queency segera berlari memeluk sahabatnya.
“Elu tuh sedang di hukum Queen. Makanya jangan suka berantem.” ujar Diaz melepas pelukan Queency.
“Zidan Syahbani!”
Zidan memandang kedua orang tuanya yang marah dengannya.
Diaz dan Queen saling berpandangan mendengar nama asli si Codhot. Musuh bebuyutan mereka di SD dulu.
“Haaaaaaaaaah………. ZIDAN? Aaaaaaaaaaa……….!!!” Teriak Queency dan Diaz bersamaan dan bertatapan.
***
Zidan melototi Queency dan Diaz seusai pulang sekolah dilapangan dekat rumah mereka. Kali ini benar-benar tamat riwayat Queency dan Diaz. Gara-gara tak sengaja Queency menumpahkan sambal kebaju Zidan dan Diaz berusaha jadi pahlawan di depan Queency. Badan mereka berdua sudah tak berbentuk lagi bagai telur dadar jatuh dari penggorengan dan dicabik-cabik tikus.
“Elu berdua gak bakal slamet ketemu gue! Selamanya!!!” ujar Zidan berlalu pergi.
Satu minggu lebih mereka berdua dirawat dirumah sakit. Hari pertama kembali kesekolah. Queency dan Diaz berjalan terburu-buru keluar sekolah.
“BERHENTI KALIAN BERDUA!!!”
Queency dan Diaz berhenti dari langkahnya. Zidan dan kedua temannya sudah menghadang mereka. Zidan merebut tas batman milik Diaz dan merusaknya. Diaz hanya menunduk pasrah. Zidan memandang tas singa milik Queency, matanya seperti melihat mangsa. Senyumnya penuh arti. Menyeramkan.
“Huaaaaaaa… Aaaaaaaa… Aaaa...” Suaranya…
***
Queency dan Diaz berlari dilapangan sekolah dikejar Zidan. Mereka berdua masih takut dengan Zidan. Mereka berputar-putar mengelilingi pohon beringin di halaman sekolah berkali-kali.
“Whaaaaaaaaaaaaaa……”
“Gue udah bilangkan, elu berdua gak bakal slamet kalo ketemu gue….”
Duo mas-mas penjaga foto copyan, Riand dan temannya yang tidak diketahui namanya serta Dony, Ipank dan Gyna tercengang melihat sebuah peristiwa aneh lebih aneh dari kambing yang dapat bicara.
“Duniaaa iniii memang aneeeh…” Nyanyian Riand memplesetkan lagu India, Zinda Rehti Hain Mohabattein.
-THE END-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar